Rabu, 17 September 2014

Tokoh : Try Sutrisno (Wakil Presiden RI 1993-1998)

Penampilan dan perawakan yang gagah, sesekali ia melempar senyum ketika ada kunjungan atau meninjau keadaan warga di saat ia duduk sebagai  wakil presiden Republik Indonesia. Bukan saja murah menyapa dan senyum, yah beliau begitu familiar di era tahun 1993 sampai dengan 1998, Cak Su walau usianya telah senja dan sudah lama meninggalkan percaturan politik kekuasaan, tetapi ia masih konsisten dengan keutuhan NKRI.

Semasa kecil, ia terpaksa tidak melanjutkan sekolah dan memilih berjualan koran dan rokok demi mempertahankan hidup serta kebutuhan ekonomi keluarga, sebab di masa-masa itu agresi militer Belanda memporak porandakan ekonomi keluarga dan Indonesia pada umumnya. Jalan hidup-nya bukan saja putra dari pasangan pasangan Soebandi dan Mardeyah, tetapi ternyata ia tumbuh dan besar menjadi Putra Bangsa.  Diusia yang terbilang muda, kurang lebih  13 tahun ia sudah bergabung dengan Batalyon Poncowati tetapi tidak diterima dan diberikan tugas lain sebagai kurir  yang bertugas mencari informasi ke daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Belanda serta mengambil obat untuk Angkatan Darat Indonesia.

Disaat keadaan keamanan negara berangsur membaik, ini dikarenakan Belanda kalah, ia pun kembali melanjutkan pendidikannya.  Pada tahun pada 1956, ia diterima menjadi taruna di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad), Pengalaman Militer Try Sutrisno pertama adalah pada tahun 1957, ketika ia berperang melawan Pemberontakan PRRI.  Sebelum menjadi ajudan Soeharto, Tri Sutrisno sudah mengenal lebih dahulu di masa Operasi Pembebasan Irian Barat tahun 1962, ketika itu Mayor Jenderal Soeharto ditunjuk  Presiden Soekarno menjadi Panglima Komando Mandala yang berpangkalan di Sulawesi.

Pada tahun 1974, Try terpilih menjadi ajudan Presiden Suharto di saat ini-lah karir suami dari Tuti Sutiawati yang dinikahinya 21 Januari 1961 itu meroket karir-nya. Pada tahun 1978, Try diangkat ke posisi Kepala Komando Daerah Staf di KODAM XVI / Udayana. Setahun kemudian, ia akan menjadi Panglima Daerah KODAM IV / Sriwijaya.  Dan empat tahun kemudian, ia diangkat ke Panglima Daerah KODAM V / Jaya dan ditempatkan di Jakarta.

Februari 1993, bulan yang sama bahwa Try dipecat dari posisinya dan sebulan sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat yang (MPR) dijadwalkan bertemu untuk memilih presiden baru dan Wakil Presiden, anggota Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia dengan cepat menyetujui nominasi Try sebagai Golkar berjuang dalam memberitahu anggotanya bahwa Golkar tidak dicalonkan Try Sutrisno sebagai Wakil Presiden.

0 komentar:

Posting Komentar